Banjir Jatiasih Terparah dalam Sejarah: Ribuan Warga Panik Mengungsi
Banjir besar kembali melanda kawasan Jatiasih, Bekasi, dengan ketinggian
air mencapai lebih dari 3 meter. Peristiwa ini disebut sebagai banjir terparah
yang pernah terjadi di wilayah tersebut, memaksa lebih dari 10 ribu keluarga
untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Kepanikan melanda warga, terutama
mereka yang terjebak di dalam rumah saat air tiba-tiba naik dengan cepat.
Banjir ini melumpuhkan aktivitas masyarakat, membuat jalanan berubah
menjadi sungai, dan memutus akses ke berbagai daerah. Hingga kini, tim SAR
masih terus melakukan evakuasi terhadap warga yang masih terjebak di dalam
rumah. Beberapa warga yang berhasil dievakuasi mengaku harus bertahan di atap
rumah selama berjam-jam sebelum akhirnya diselamatkan.
![]() |
source : (Foto: Antarafoto) detiknews, "Penyebab Banjir Parah yang Bikin Bekasi Lumpuh" |
Air Bah Melanda! Warga Terjebak, Evakuasi Dilakukan dengan Perahu Karet
Ketinggian air yang luar biasa membuat proses evakuasi berlangsung
dramatis. Tim penyelamat menggunakan perahu karet untuk menyelamatkan warga
yang masih terjebak di rumah mereka. Beberapa di antaranya bahkan harus
menerobos arus deras untuk mencapai lokasi-lokasi terdampak.
"Kami harus memanjat genteng karena air naik sangat cepat. Tidak ada
waktu untuk menyelamatkan barang-barang, hanya bisa selamatkan diri dan
keluarga," ujar Ahmad, salah satu warga yang dievakuasi dari rumahnya.
Tim evakuasi yang terdiri dari BPBD, TNI, Polri, dan relawan bekerja
tanpa henti untuk memastikan semua warga bisa keluar dengan selamat. Namun,
masih ada kekhawatiran karena beberapa wilayah yang terdampak cukup sulit
dijangkau akibat arus air yang terlalu deras.
-------------------------
Penyebab Banjir Parah: Curah Hujan Ekstrem dan Drainase Buruk
Banjir yang melanda Jatiasih kali ini disebabkan oleh kombinasi curah
hujan ekstrem dan sistem drainase yang buruk. Hujan deras yang turun selama
lebih dari 12 jam tanpa henti menyebabkan debit air meningkat drastis,
sementara saluran air yang tersumbat membuat air tidak bisa mengalir dengan
lancar.
"Curah hujan yang turun kali ini sangat tinggi, sehingga air tidak
bisa tertampung dengan baik di sungai maupun drainase yang ada. Ditambah lagi,
banyak sampah yang menyumbat aliran air," kata Kepala BPBD Bekasi.
Selain faktor cuaca, penggundulan hutan dan pembangunan tanpa perencanaan
yang matang juga menjadi penyebab banjir semakin parah. Banyak lahan resapan
air yang kini berubah menjadi pemukiman, sehingga air hujan tidak dapat meresap
ke dalam tanah dengan baik.
-------------------------
Bekasi Lumpuh Total! Infrastruktur Rusak, Listrik Padam, dan Jalanan
Terendam
Banjir besar ini juga mengakibatkan lumpuhnya berbagai fasilitas umum di
Bekasi. Beberapa titik penting di kota ini mengalami pemadaman listrik akibat
gardu yang terendam air. Selain itu, jalan-jalan utama juga tidak bisa dilalui
karena terendam banjir setinggi lebih dari 1 meter.
"Listrik padam sejak malam, kami hanya bisa menggunakan senter dan
lilin. Anak-anak ketakutan karena gelap dan dingin," kata Lina, seorang
warga yang mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Sementara itu, akses transportasi menuju beberapa wilayah seperti
Jatisampurna, Pondok Gede, dan sekitarnya terganggu akibat genangan air yang
terlalu tinggi. Banyak kendaraan yang mogok karena nekat menerobos banjir,
menyebabkan kemacetan panjang di beberapa titik.
-------------------------
Krisis Bantuan: Warga Keluhkan Minimnya Logistik dan Tempat Pengungsian
Meskipun ribuan warga telah dievakuasi, namun kondisi pengungsian masih
jauh dari kata ideal. Banyak pengungsi mengeluhkan minimnya bantuan logistik,
terutama makanan, air bersih, dan perlengkapan tidur. Beberapa posko
pengungsian bahkan sudah penuh sesak, membuat sebagian warga terpaksa mengungsi
di tempat seadanya.
"Kami butuh makanan dan air bersih. Anak-anak mulai rewel karena
kelelahan dan lapar," kata seorang ibu yang mengungsi di salah satu posko
darurat.
Pemerintah daerah bersama berbagai organisasi kemanusiaan telah mulai
mengirimkan bantuan, namun distribusi masih terkendala akses yang terputus
akibat banjir. Sementara itu, warga berharap agar pemerintah dapat bergerak
lebih cepat untuk mengirimkan bantuan ke daerah terdampak.
-------------------------
Pemerintah Didesak Bertindak! Perlu Solusi Jangka Panjang untuk Cegah
Banjir Berulang
Musibah banjir ini kembali membuka mata banyak pihak bahwa Bekasi masih
belum memiliki sistem penanggulangan banjir yang efektif. Warga dan para
aktivis lingkungan mendesak pemerintah untuk segera melakukan langkah konkret
agar bencana ini tidak terus berulang setiap tahunnya.
"Setiap kali musim hujan, kami selalu dihantui rasa takut akan
banjir. Sampai kapan pemerintah hanya memberikan bantuan tanpa mencari solusi
permanen?" keluh seorang warga.
Beberapa solusi yang diusulkan meliputi peningkatan kapasitas drainase,
normalisasi sungai, serta reboisasi di daerah resapan air. Selain itu,
penertiban pembangunan ilegal yang mempersempit jalur air juga menjadi agenda
mendesak yang harus segera dilakukan.
-------------------------
Banjir Jatiasih Jadi Alarm Bahaya bagi Semua Pihak
Banjir yang melanda Jatiasih kali ini bukan hanya menjadi bencana bagi
ribuan warga, tetapi juga menjadi pengingat bahwa perubahan iklim dan tata kota
yang buruk bisa memperburuk kondisi lingkungan. Tanpa tindakan nyata dari
pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, bukan tidak
mungkin bencana ini akan terus terjadi di masa mendatang.
Saat ini, yang terpenting adalah bagaimana semua pihak bisa bekerja sama
untuk menanggulangi dampak dari banjir ini. Warga membutuhkan bantuan
secepatnya, dan pemerintah harus segera turun tangan dengan solusi konkret agar
musibah serupa tidak kembali terulang.
Apakah Bekasi akan terus tenggelam setiap
musim hujan? Ataukah ini saatnya bagi pemerintah dan masyarakat untuk bergerak
bersama mencari solusi nyata? Waktu yang akan menjawabnya.
----------------------------------------------------
Banjir yang melanda Jatiasih, Bekasi, baru-baru ini mencapai ketinggian lebih
dari 3 meter, memaksa lebih dari 10.000 keluarga mengungsi. Peristiwa ini
dianggap sebagai banjir terparah dalam sejarah wilayah tersebut. Untuk memahami
penyebab utama dan sejarah banjir di Jatiasih, berikut adalah beberapa fakta
dan sumber yang relevan:
Penyebab Utama Banjir Terparah di
Jatiasih
1.
Curah
Hujan Ekstrem: Hujan deras yang
berlangsung terus-menerus meningkatkan volume air di sungai-sungai sekitar
Jatiasih, seperti Sungai Cikeas dan Sungai Bekasi, yang menyebabkan meluapnya
air ke pemukiman warga.
2.
Kondisi
Geografis dan Infrastruktur:
Beberapa perumahan di Jatiasih, seperti Pondok Gede Permai (PGP), terletak di
pertemuan Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi yang membentuk Sungai Bekasi.
Lokasi ini rentan terhadap banjir, terutama jika terjadi peningkatan debit air
secara signifikan.
3. Tanggul yang Tidak Memadai: Pada tahun 2016, banjir di PGP disebabkan oleh meluapnya air di lokasi yang belum ditanggul, serta jebolnya tembok yang dibangun warga dekat aliran Sungai Cikeas. Pembangunan tanggul yang belum selesai meningkatkan kerentanan wilayah tersebut terhadap banjir.
4.
Drainase
yang Buruk dan Sampah: Sistem
drainase yang tidak optimal dan penumpukan sampah di saluran air menghambat
aliran air, menyebabkan air meluap ke area pemukiman.
5.
Penggundulan
Hutan dan Alih Fungsi Lahan:
Pengurangan area resapan air akibat deforestasi dan konversi lahan menjadi
pemukiman atau area komersial mengurangi kemampuan tanah menyerap air hujan,
meningkatkan risiko banjir.
-------------------------
Sejarah Banjir di Jatiasih
Jatiasih memiliki sejarah banjir yang
signifikan, terutama di perumahan-perumahan yang berada di dekat aliran sungai.
Berikut adalah beberapa peristiwa banjir yang pernah terjadi:
·
Banjir
Tahun 2002 dan 2007: Kawasan
Jatiasih mengalami banjir besar dengan ketinggian air bervariasi antara 50 cm
hingga 3 meter. Perumahan seperti PGP mengalami genangan hingga 3 meter, dengan
lama genangan antara 12 hingga 60 jam.
·
Banjir
Tahun 2013: Pada Januari dan
Februari 2013, banjir melanda perumahan di pinggiran Kali Bekasi. Di PGP,
tanggul jebol sepanjang 50 meter, menyebabkan genangan setinggi 3-4 meter yang
berlangsung selama 48 jam.
·
Banjir
Tahun 2016: Pada April 2016,
banjir kembali menggenangi PGP dengan ketinggian air hampir 4 meter.
Penyebabnya adalah meluapnya Sungai Cikeas dan jebolnya tembok yang dibangun
warga dekat aliran sungai.
-------------------------
Perumahan Rawan Banjir di Jatiasih
Terdapat 12 perumahan di Kecamatan Jatiasih
yang rawan banjir, terutama yang berada di pinggiran sempadan Kali Bekasi.
Berikut adalah daftar perumahan tersebut:
1.
Perumahan Pondok
Gede Permai (PGP), Kelurahan Jatirasa
2.
Perumahan Villa
Jati Rasa, Kelurahan Jatirasa
3.
Perumahan Jati
Asih Indah, Kelurahan Jatirasa
4.
Perumahan Pondok
Mitra Lestari, Kelurahan Jatirasa
5.
Perumahan Kemang
IFI Graha, Kelurahan Jatirasa
6.
Perumahan AL
(Bermis), Kelurahan Jatirasa
7.
Perumahan
Mandosi, Kelurahan Jatiasih
8.
Perumahan Bumi
Nasio Indah, Kelurahan Jatimekar
9.
Perumahan Buana
Jaya, Kelurahan Jatimekar
10. Perumahan Graha Indah, Kelurahan Jatikramat dan
Jatimekar
11. Perumahan PAM, Kelurahan Jatikramat
12. Perumahan Puri Nusa Phala, Kelurahan Jatiluhur dan
Jatisari
Perumahan-perumahan tersebut sering mengalami
banjir dengan ketinggian dan durasi yang bervariasi, tergantung pada intensitas
hujan dan kondisi sungai.
-------------------------
Upaya Penanggulangan Banjir
Untuk mengurangi risiko banjir di Jatiasih,
beberapa langkah telah diambil, antara lain:
· Pembangunan Tanggul: Pemerintah Kota Bekasi membangun tanggul di sepanjang Sungai Cikeas untuk melindungi perumahan warga. Namun, pada tahun 2016, pembangunan tanggul baru selesai sepanjang 800 meter, dan masih diperlukan penyelesaian sepanjang 600-800 meter lagi.
·
Peningkatan
Sistem Drainase: Perbaikan dan
pemeliharaan sistem drainase dilakukan untuk memastikan aliran air tidak
terhambat, terutama saat musim hujan.
·
Pengelolaan
Sampah: Edukasi kepada
masyarakat tentang pentingnya tidak membuang sampah sembarangan ke sungai atau
saluran air untuk mencegah penyumbatan yang dapat menyebabkan banjir.
·
Reboisasi
dan Perlindungan Lahan Resapan:
Upaya penanaman kembali
--------------------
Opini redaksi
1.
Apakah Faktor
Alam yang Tak Terhindarkan ? , Beberapa warga berpendapat bahwa curah hujan
ekstrem yang terjadi sulit diantisipasi sepenuhnya oleh infrastruktur yang ada.
Mereka memahami bahwa bencana alam seperti ini kadang kala melampaui kapasitas
sistem drainase dan penanggulangan banjir yang telah dibangun.
2.
Upaya
Pemerintah yang Berkelanjutan ? :
Ada juga yang mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam menangani banjir.
Misalnya, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, telah meninjau langsung
lokasi banjir di Perumahan Bumi Nasio Indah Jatiasih dan menekankan perlunya
tindakan segera untuk penanganan banjir di wilayah tersebut.
3.
Kurangnya
Perbaikan Infrastruktur ? :
Sebagian masyarakat merasa bahwa pemerintah belum melakukan perbaikan
infrastruktur yang memadai untuk mencegah banjir. Mereka menyoroti bahwa sejak
banjir besar pada tahun 2020, belum ada progres signifikan dalam penanganan
masalah ini.
4.
Perencanaan
Tata Kota yang Kurang Tepat ?:
Kritik juga diarahkan pada perencanaan tata kota yang dianggap kurang
memperhatikan aspek lingkungan, seperti pengurangan lahan resapan air akibat
pembangunan yang masif. Hal ini diyakini turut memperparah kondisi banjir di
wilayah Jatiasih.
-------------------------
Tanggapan Pemerintah
Pemerintah Kota Bekasi telah mengambil
langkah-langkah untuk mengatasi masalah banjir, seperti meningkatkan
infrastruktur drainase di beberapa titik rawan banjir. Misalnya, perbaikan dan
peningkatan drainase dilakukan di Jalan Lurah Namat, Kelurahan Jatirangga,
Kecamatan Jatisampurna, dan Pertigaan Kodau di Kelurahan Jatimekar, Kecamatan
Jatiasih, untuk mengurangi genangan air saat hujan deras.
Selain itu, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air Kota Bekasi telah mengusulkan dua solusi untuk mengatasi banjir di
Jatiasih: mengubah kondisi geografis area yang rawan banjir dan membuat kolam
retensi untuk menampung air hujan. Namun, implementasi solusi tersebut
membutuhkan perencanaan dan anggaran yang tepat.
Secara keseluruhan, banjir di Jatiasih pada
tahun 2025 memunculkan berbagai pandangan di masyarakat. Sebagian memahami
bahwa faktor alam berperan signifikan, sementara yang lain menuntut tindakan
lebih konkret dari pemerintah dalam perencanaan dan pengelolaan infrastruktur
untuk mencegah banjir di masa mendatang.
-------------------------------------------------
Penanganan banjir di Jakarta telah menjadi fokus utama bagi para gubernur yang menjabat, termasuk Joko Widodo (Jokowi), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Anies Baswedan. Masing-masing memiliki pendekatan dan kebijakan tersendiri dalam mengatasi permasalahan banjir.
Masa Kepemimpinan Joko Widodo
(2012-2014):
Saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta,
Jokowi memulai beberapa proyek strategis untuk mengurangi banjir. Salah satu
langkah signifikan adalah revitalisasi Waduk Pluit. Kawasan yang sebelumnya
dipenuhi permukiman kumuh ditata ulang menjadi waduk dan taman kota. Ribuan
warga direlokasi ke rumah susun yang disediakan pemerintah, seperti Rusun
Marunda dan Rusun Muara Baru. Langkah ini tidak hanya meningkatkan kapasitas
tampungan air tetapi juga menyediakan ruang terbuka hijau bagi masyarakat.
Masa Kepemimpinan Basuki Tjahaja
Purnama (2014-2017):
Ahok melanjutkan upaya penanggulangan banjir
dengan beberapa proyek kunci:
1.
Normalisasi
Sungai: Proyek ini melibatkan
pelebaran dan pengerukan sungai-sungai utama, seperti Sungai Ciliwung dan Kali
Krukut. Normalisasi Ciliwung mencapai 16 kilometer pada tahun 2016, yang
melibatkan relokasi sekitar 5.000 kepala keluarga dari bantaran sungai ke rusunawa
yang disediakan pemerintah.
2.
Revitalisasi
Waduk Pluit: Ahok menambahkan
fasilitas kesehatan dan gym di area Taman Waduk Pluit, melengkapi revitalisasi
yang telah dimulai sebelumnya.
3.
Optimalisasi
Banjir Kanal Timur (BKT): Ahok
memastikan pompa air berfungsi optimal dengan bekerjasama dengan PLN untuk
menjaga pasokan listrik. Selain itu, inspeksi rutin dan penataan area sekitar
BKT dilakukan untuk menjaga kebersihan dan fungsi saluran air.
Masa Kepemimpinan Anies Baswedan
(2017-2022):
Anies memperkenalkan konsep naturalisasi
sebagai alternatif dari normalisasi:
1.
Naturalisasi
Sungai: Alih-alih membeton
sungai, naturalisasi mempertahankan bentuk alami sungai untuk meningkatkan
resapan air dan menjaga ekosistem. Konsep ini melibatkan pembangunan jalur
hijau dan penggunaan bronjong atau susunan batu sebagai penguat tepi sungai.
2.
Pembangunan
Bendungan Ciawi dan Sukamahi:
Proyek yang dimulai pada 2018 ini bertujuan mengurangi aliran air menuju
Jakarta saat hujan deras. Anies meyakini bahwa bendungan ini dapat mengurangi
30% volume banjir di Jakarta. Pada Desember 2018, progres pembangunan Bendungan
Ciawi mencapai 9% dan Sukamahi 12%, dengan target penyelesaian akhir 2019.
------------- Lanjutan kepemimpinan
3. Setelah masa jabatan Gubernur Anies Baswedan berakhir pada 16 Oktober 2022, Heru Budi Hartono ditunjuk sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta mulai 17 Oktober 2022. Salah satu prioritas utama Heru adalah penanganan banjir di Jakarta. Ia melanjutkan proses pengerukan yang sempat terhenti, fokus pada reklamasi di dekat pantai, memperluas penggunaan pompa di seluruh Jakarta untuk mengurangi tingkat keparahan banjir, dan melanjutkan normalisasi Sungai Ciliwung.
4. Pada 18 Oktober 2024, Teguh Setyabudi dilantik sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta menggantikan Heru Budi Hartono. Teguh menetapkan penanganan banjir sebagai salah satu program prioritasnya. Ia meninjau rumah pompa, seperti Rumah Pompa Green Garden di Kedoya Utara, Jakarta Barat, untuk memastikan kesiapan operasional infrastruktur dalam menghadapi musim hujan yang diperkirakan membawa curah hujan tinggi dan potensi banjir di Jakarta.
5. Meskipun Jatiasih secara administratif berada di wilayah Kota Bekasi dan bukan di bawah yurisdiksi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, upaya penanganan banjir di Jakarta, seperti normalisasi Sungai Ciliwung dan pembangunan sodetan Ciliwung-Kanal Banjir Timur, diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi wilayah sekitarnya, termasuk Jatiasih. Pembangunan sodetan yang dimulai sejak 2013 dan diresmikan pada 31 Juli 2023 ini bertujuan untuk mengurangi debit banjir di sejumlah wilayah Ibu Kota.
6. Selain itu, Heru Budi Hartono juga menekankan pentingnya pengelolaan aliran sungai dan sistem drainase sebagai bagian dari strategi penanganan banjir. Langkah-langkah yang diambil meliputi pengurasan, pengerukan waduk, serta perawatan dan peningkatan fasilitas rumah pompa untuk memastikan fungsionalitas optimal.
7.
Dengan demikian,
meskipun Jatiasih berada di luar wilayah administratif DKI Jakarta, upaya yang
dilakukan oleh Pj Gubernur DKI Jakarta setelah masa jabatan Anies Baswedan,
terutama terkait normalisasi sungai dan pembangunan infrastruktur pengendalian
banjir, diharapkan dapat berkontribusi dalam mengurangi risiko banjir di
wilayah-wilayah sekitar Jakarta, termasuk Jatiasih.
Menilai siapa yang paling efektif dalam
menyelesaikan masalah banjir Jakarta memerlukan analisis mendalam dan data
terkini. Setiap gubernur menghadapi tantangan unik dan memiliki pendekatan
berbeda. Jokowi memulai langkah signifikan dengan revitalisasi waduk dan
relokasi warga. Ahok melanjutkan dengan normalisasi sungai dan optimalisasi
infrastruktur pengendalian banjir. Anies memperkenalkan konsep naturalisasi dan
melanjutkan proyek bendungan di hulu. Namun, hingga saat ini, banjir masih
menjadi masalah bagi Jakarta, menunjukkan bahwa solusi komprehensif dan
berkelanjutan masih diperlukan.