-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

**** UPDATE INFORMASI TERBARU - BERITA-TEKINI- TRENDING-INFO KESEHATAN- INFO LOWONGAN KERJA- HOBI - INFO PENDIDIKAN****

Bagaimana Nasib ABU JANDA dan Shandy Marta Praja ?? - Saat Kades Kohod dan Anak Buahnya Didenda Rp48 Miliar atas Skandal Pagar Laut di Tangerang

Monday, March 3, 2025 | 11:20 PM WIB | 000 Views Last Updated 2025-03-07T02:04:41Z

 

Terungkap! Kades Kohod dan Anak Buahnya Didenda Rp48 Miliar atas Skandal Pagar Laut di Tangerang

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp48 miliar kepada Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, dan stafnya yang berinisial T. Denda ini dikenakan terkait pembangunan pagar laut ilegal di perairan Kabupaten Tangerang.

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/YU(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Menteri Trenggono Ultimatum: 30 Hari untuk Bayar Denda Fantastis!

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa Arsin dan T diberi batas waktu maksimal 30 hari untuk melunasi denda tersebut. Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Trenggono menyatakan bahwa kedua pelaku telah menyatakan kesanggupan mereka untuk membayar denda dalam kurun waktu yang ditentukan.

Pengakuan Mengejutkan! Kades dan Stafnya Akui Bangun Pagar Laut Ilegal

Hasil pemeriksaan KKP mengungkap bahwa Arsin dan T mengakui peran mereka dalam pembangunan pagar laut tersebut. Pengakuan ini diperkuat dengan bukti-bukti yang ada, sehingga sanksi administratif berupa denda Rp48 miliar dijatuhkan sesuai dengan luas dan ukuran pagar laut yang dibangun.


Skandal Besar! Kades dan Stafnya Akui Bangun Pagar Laut Ilegal, Terancam Denda Fantastis!

Pengakuan Mengejutkan! Kades dan Stafnya Akui Bangun Pagar Laut Ilegal

Kasus pagar laut ilegal di Tangerang semakin menyita perhatian publik setelah Kepala Desa Kohod, Arsin, bersama stafnya akhirnya mengakui keterlibatan mereka dalam pembangunan proyek kontroversial tersebut. Pengakuan ini disampaikan dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta aparat penegak hukum.

Sebelumnya, pembangunan pagar laut ilegal ini telah menjadi isu panas karena berdampak pada lingkungan dan akses masyarakat terhadap kawasan perairan. Investigasi mendalam membuktikan bahwa proyek tersebut tidak memiliki izin resmi dan telah melanggar berbagai regulasi tentang kelautan dan lingkungan hidup.

------------

Terungkap! Kepala Desa Kohod dan Anaknya Mengaku di Depan Penyidik

Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik KKP, Arsin mengaku bahwa pembangunan pagar laut di wilayah pesisir Kohod dilakukan atas inisiatifnya sendiri. Tidak hanya itu, salah satu stafnya yang berinisial T juga turut memberikan kesaksian bahwa proyek ini memang telah direncanakan sejak lama tanpa mempertimbangkan aspek legalitas.

Menurut pengakuan Arsin, pagar laut ini dibangun dengan alasan untuk “melindungi” wilayah tertentu dari abrasi dan aktivitas nelayan liar. Namun, alasan tersebut terbantahkan oleh bukti yang menunjukkan bahwa proyek tersebut justru membatasi akses masyarakat ke laut serta berpotensi merusak ekosistem pesisir. Penyidik juga menemukan bahwa dalam pelaksanaan proyek ini, ada dugaan keterlibatan oknum lain yang ikut mengambil keuntungan.

Skandal Terbongkar! Kades Kohod dan Sekdesnya Akui Pemalsuan Surat Izin Pagar Laut Tangerang Sumber : kompas

Kasus pemalsuan surat izin terkait pembangunan pagar laut ilegal di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, memasuki babak baru. Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, dan Sekretaris Desa (Sekdes), Ujang Karta, akhirnya mengakui peran mereka dalam pembuatan surat izin palsu untuk lahan pagar laut tersebut. Pengakuan ini menambah daftar panjang kasus penyalahgunaan wewenang oleh aparatur desa yang merugikan masyarakat dan lingkungan.

------------

Pengakuan Mengejutkan: Alat Bukti Pemalsuan Disita dari Kantor Desa

Pada 10 Februari 2025, tim penyidik Bareskrim Polri menggeledah Kantor Desa Kohod dan kediaman pribadi Arsin. Dari penggeledahan tersebut, disita sejumlah barang bukti yang diduga kuat digunakan untuk memalsukan surat izin lahan pagar laut. Barang-barang yang disita meliputi satu unit printer, layar monitor, keyboard, stempel sekretariat Desa Kohod, serta peralatan lain yang diduga digunakan untuk memalsukan girik dan surat-surat lainnya. Selain itu, ditemukan juga kertas yang identik dengan bahan pembuatan warkah atau surat perizinan lahan pagar laut Tangerang.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, mengonfirmasi bahwa Arsin dan Ujang Karta telah mengakui penggunaan alat-alat tersebut untuk membuat surat palsu. "Ini sudah kita dapatkan dari keterangan kepala desa maupun sekdes yang juga mengakui bahwa alat-alat itulah yang digunakan," ujar Djuhandhani.

------------

Peran Misterius Pihak Ketiga dalam Skema Ilegal Terungkap

Menariknya, dalam perkembangan penyidikan, Arsin melalui kuasa hukumnya, Yunihar, mengungkapkan adanya keterlibatan pihak ketiga berinisial "S" dalam proses pembuatan surat izin palsu tersebut. Menurut Yunihar, sejak tahun 2021, S menawarkan jasa kepada Arsin yang baru menjabat sebagai Kades untuk membantu proses administrasi surat izin. "Pihak ketiga datang ke desa menawarkan jasa dengan memberikan harapan-harapan," kata Yunihar.

Sosok S, yang dianggap berpendidikan dan memahami hukum, dipercaya oleh Arsin untuk memfasilitasi pembuatan surat izin. Namun, belakangan terungkap bahwa stempel dan tanda tangan yang digunakan dalam surat-surat tersebut palsu, dan Arsin mengklaim tidak pernah menandatangani surat izin yang kini beredar. "Stempel dan tanda tangan yang ditunjukkan di warga itu palsu dan Arsin tidak pernah menandatangani," jelas Yunihar.

------------

Dampak Luas: Masyarakat Terdampak dan Lingkungan Terancam

Kasus pemalsuan surat izin ini tidak hanya mencoreng integritas aparatur desa, tetapi juga berdampak luas pada masyarakat dan lingkungan sekitar. Pembangunan pagar laut ilegal membatasi akses nelayan lokal ke area tangkap tradisional mereka, mengancam mata pencaharian dan kesejahteraan komunitas pesisir.

Selain itu, pembangunan tanpa izin ini berpotensi merusak ekosistem laut yang sensitif. Pagar laut dapat mengganggu arus laut alami, merusak habitat biota laut, dan mengakibatkan penurunan keanekaragaman hayati. Kerusakan lingkungan semacam ini memerlukan waktu lama untuk pulih dan mempengaruhi keseimbangan ekologi kawasan tersebut.

------------

Respons Aparat Penegak Hukum dan Langkah Selanjutnya

Meskipun Arsin dan Ujang Karta telah mengakui peran mereka dalam pemalsuan surat izin, penyidik Bareskrim Polri belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Djuhandhani menekankan bahwa pengakuan saja tidak cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka; diperlukan bukti kuat dan proses gelar perkara untuk memastikan keterlibatan mereka. "Pengakuan tersangka itu juga bukan mutlak, karena semuanya terkait dengan pembuktian," ujar Djuhandhani.

Rencananya, gelar perkara akan dilakukan dalam waktu dekat untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Masyarakat berharap kasus ini ditangani dengan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku penyalahgunaan wewenang lainnya.

------------

Pentingnya Pengawasan dan Transparansi dalam Pemerintahan Desa

Kasus di Desa Kohod menyoroti perlunya pengawasan ketat dan transparansi dalam pemerintahan desa. Aparatur desa memegang peran penting dalam pengelolaan sumber daya dan pelayanan publik di tingkat lokal. Penyalahgunaan wewenang, seperti pemalsuan surat izin, tidak hanya merugikan masyarakat tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Untuk mencegah kejadian serupa, diperlukan sistem pengawasan yang efektif, pelatihan bagi aparatur desa tentang tata kelola pemerintahan yang baik, dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, penegakan hukum yang tegas

------------

Dalih Mengejutkan! Pagar Laut Dibangun Demi Kepentingan Pribadi?

Meskipun Arsin berdalih bahwa pembangunan pagar laut ini bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, penyidik menemukan bukti bahwa proyek ini justru lebih banyak menguntungkan pihak tertentu. Sejumlah warga mengaku bahwa mereka merasa dirugikan karena akses ke laut yang sebelumnya terbuka kini menjadi terbatas.

Salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa selama bertahun-tahun mereka bebas mencari ikan di sekitar kawasan tersebut. Namun, sejak pagar laut itu berdiri, mereka harus mencari jalur lain yang lebih jauh dan lebih sulit diakses. Hal ini jelas berdampak pada mata pencaharian mereka.

Lebih jauh lagi, ada dugaan bahwa pembangunan pagar laut ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai jual tanah di sekitarnya. Beberapa sumber menyebutkan bahwa setelah pagar laut dibangun, muncul spekulasi tanah yang membuat harga lahan di sekitar area tersebut melonjak drastis. Jika dugaan ini benar, maka proyek ini bukan hanya ilegal, tetapi juga berpotensi menjadi kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

------------

Dampak Fatal! Lingkungan Rusak dan Warga Dirugikan

Dampak dari pembangunan pagar laut ilegal ini tidak hanya sebatas pada terbatasnya akses masyarakat ke laut. Ahli lingkungan menyatakan bahwa keberadaan struktur ini telah mengubah pola arus air di sekitarnya, yang berpotensi merusak ekosistem laut. Beberapa spesies ikan yang sebelumnya banyak ditemukan di daerah tersebut kini mulai berkurang drastis.

Selain itu, pembangunan tanpa perhitungan matang juga menyebabkan abrasi yang lebih parah di beberapa titik pesisir lainnya. Alih-alih mencegah abrasi seperti yang diklaim oleh Arsin, pagar laut ilegal ini justru memperburuk kondisi lingkungan di sekitar Kohod.

------------

Penyelidikan Masih Berlanjut, Denda Rp48 Miliar Harus Dibayar

Dengan adanya pengakuan dari Kades dan stafnya, pemerintah semakin gencar dalam menegakkan hukum terhadap pelaku pelanggaran lingkungan ini. KKP telah menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp48 miliar kepada Arsin dan T sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ilegal ini.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa mereka diberi waktu 30 hari untuk melunasi denda tersebut. Jika dalam batas waktu tersebut denda tidak dibayarkan, maka akan ada konsekuensi hukum yang lebih berat menanti mereka.

Sementara itu, masyarakat dan berbagai aktivis lingkungan mendesak agar kasus ini tidak hanya berhenti pada denda semata, tetapi juga ditindaklanjuti dengan proses hukum yang lebih serius. Mereka berharap agar kasus serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang, mengingat dampak yang ditimbulkan sangat besar, baik bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar.

------------

Pembelajaran dari Kasus Pagar Laut Ilegal

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa setiap proyek yang menyangkut kepentingan publik harus dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kepentingan pribadi dan keuntungan jangka pendek tidak boleh mengorbankan lingkungan serta hak masyarakat untuk mengakses sumber daya alam secara adil.

Dengan adanya sanksi tegas dari pemerintah, diharapkan tidak ada lagi pihak-pihak yang mencoba melakukan pelanggaran serupa di masa depan. Kasus pagar laut ilegal ini seharusnya menjadi peringatan bagi semua pihak bahwa hukum harus ditegakkan demi kesejahteraan bersama.

------------

Dampak Serius! Pemalsuan Sertifikat Tanah di Balik Pagar Laut Terbongkar

Selain dikenakan denda, Arsin bersama tiga orang lainnya, termasuk Sekretaris Desa Kohod, Ujang Karta, serta dua penerima kuasa berinisial SP dan CE, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Mereka diduga terlibat dalam pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) terkait lahan di wilayah pagar laut Tangerang.

Menurut Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, para tersangka diduga membuat dan menggunakan surat palsu, termasuk girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, dan dokumen lainnya, sejak Desember 2023 hingga November 2024. Dokumen-dokumen palsu ini digunakan untuk mengajukan permohonan pengukuran tanah hingga terbitnya 260 SHM atas nama warga Kohod.

Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi dalam pengelolaan lahan serta perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.

---------------------------------------------------------------------

Lalu bagaimana dengan Nasib Shandy Marta Praja dan ABU JANDA
yang dalam mediasosial seakan-akan menyatakan “  BAHWA PAGAR LAUT DIBIAYAI OLEH NELAYAN SETEMPAT
--------------------------------------------------------------------

Terungkap! Shandy Marta Praja Klaim Pagar Laut Dibiayai Patungan Rp 5 Ribu, Mahasiswa DO yang Kalah Debat dengan Kholid

Kontroversi seputar pembangunan pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang semakin memanas dengan munculnya sosok Shandy Marta Praja, yang mengaku sebagai Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP). Shandy mengklaim bahwa pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer tersebut didanai secara swadaya oleh masyarakat nelayan dengan iuran sebesar Rp 5.000 per orang. Namun, klaim ini menimbulkan berbagai pertanyaan dan keraguan di kalangan masyarakat dan pemerintah.

Source : jatim.tribunnews.com

Kontroversi Pagar Laut: Benarkah Hanya Bermodal Patungan Rp 5 Ribu?

Dalam sebuah konferensi pers yang digelar pada 10 Januari 2025, Shandy Marta Praja menyatakan bahwa pembangunan pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang merupakan inisiatif masyarakat nelayan setempat untuk mencegah abrasi dan melindungi wilayah pesisir. Ia menegaskan bahwa dana untuk proyek tersebut berasal dari iuran sukarela sebesar Rp 5.000 per orang. Namun, banyak pihak meragukan klaim ini, mengingat panjangnya pagar laut yang mencapai 30 kilometer dan biaya material serta tenaga kerja yang tentunya tidak sedikit.

Beberapa ahli konstruksi dan ekonomi menilai bahwa dengan panjang 30 kilometer, biaya pembangunan pagar laut tersebut diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Jika hanya mengandalkan iuran Rp 5.000 per orang, dibutuhkan partisipasi ratusan ribu orang untuk mencapai jumlah tersebut. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada sumber dana lain yang tidak diungkapkan oleh Shandy dan JRP.

Debat Panas: Shandy Marta Praja vs Kholid, Siapa yang Unggul?
-----------------------------------------------------

Kontroversi ini semakin memanas ketika Shandy Marta Praja terlibat dalam sebuah debat publik dengan Kholid, seorang aktivis lingkungan yang menentang pembangunan pagar laut tersebut. Dalam debat yang disiarkan secara langsung di media sosial, Kholid mempertanyakan legalitas dan dampak lingkungan dari pembangunan pagar laut tersebut. Ia menyoroti bahwa pembangunan tanpa izin resmi dan tanpa kajian lingkungan yang memadai dapat merusak ekosistem laut dan mengganggu mata pencaharian nelayan lainnya.

Shandy, di sisi lain, bersikeras bahwa pagar laut tersebut dibangun demi kepentingan masyarakat dan untuk melindungi wilayah pesisir dari abrasi. Namun, argumen Shandy dianggap lemah oleh banyak penonton debat, terutama ketika Kholid memaparkan data dan fakta yang menunjukkan bahwa pembangunan pagar laut tersebut melanggar sejumlah peraturan dan berpotensi merusak lingkungan. Banyak netizen menilai bahwa Kholid unggul dalam debat tersebut, sementara Shandy dianggap tidak mampu memberikan jawaban yang memadai atas pertanyaan-pertanyaan kritis yang diajukan.

Status Mahasiswa Shandy Terungkap: Drop Out Sejak 2021, Apa Dampaknya?
----------------------------------------------------------

Selain kontroversi terkait pembangunan pagar laut, latar belakang pendidikan Shandy Marta Praja juga menjadi sorotan. Shandy sebelumnya mengaku sebagai mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) dan bahkan mengenakan almamater UMT saat konferensi pers. Namun, pihak UMT membantah klaim tersebut dan menyatakan bahwa Shandy telah dikeluarkan atau drop out (DO) sejak tahun 2021.

Menurut Agus Kristian, Kepala Hubungan Masyarakat UMT, Shandy terdaftar sebagai mahasiswa program studi Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik sejak tahun 2016. Namun, ia tidak aktif sejak semester ganjil tahun 2019 hingga semester ganjil tahun 2020. Sesuai dengan aturan UMT, mahasiswa yang tidak aktif tanpa keterangan akan dikeluarkan. Agus menambahkan bahwa pihak kampus akan memanggil Shandy untuk meminta klarifikasi terkait klaimnya sebagai mahasiswa UMT.

Terungkapnya status DO Shandy menimbulkan pertanyaan mengenai kredibilitasnya sebagai koordinator JRP dan klaim-klaim yang disampaikannya terkait pembangunan pagar laut. Banyak pihak mempertanyakan apakah Shandy memiliki kapasitas dan legitimasi untuk memimpin proyek sebesar itu, mengingat latar belakang pendidikannya yang tidak tuntas.

Reaksi Masyarakat dan Pemerintah Terhadap Pembangunan Pagar Laut
--------------------------------------------------

Pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer di pesisir utara Kabupaten Tangerang menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat dan pemerintah. Sejumlah nelayan mengeluhkan bahwa pagar tersebut menghambat akses mereka ke laut dan mengurangi area tangkapan ikan. Selain itu, para ahli lingkungan menyoroti potensi kerusakan ekosistem laut akibat pembangunan pagar tanpa kajian lingkungan yang memadai.

Di sisi lain, JRP yang dipimpin oleh Shandy bersikeras bahwa pagar laut tersebut diperlukan untuk melindungi wilayah pesisir dari abrasi dan aktivitas nelayan ilegal. Mereka mengklaim bahwa pembangunan pagar tersebut dilakukan secara swadaya oleh nelayan setempat tanpa melibatkan pihak luar. Namun, klaim ini diragukan oleh beberapa pihak yang menilai bahwa proyek sebesar itu memerlukan perencanaan dan pendanaan yang signifikan.

Penyelidikan dan Tindakan Hukum Terhadap Pembangunan Pagar Laut
----------------------------------------------------

Dengan semakin banyaknya kontroversi terkait pembangunan pagar laut ini, pihak berwenang mulai melakukan penyelidikan lebih mendalam. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Pemerintah Kabupaten Tangerang tengah mengumpulkan bukti terkait legalitas proyek tersebut. Salah satu fokus utama adalah mencari tahu apakah ada izin resmi yang dikeluarkan untuk pembangunan pagar laut tersebut atau apakah proyek ini benar-benar dilakukan secara swadaya tanpa keterlibatan pihak lain.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, pihaknya belum pernah menerima pengajuan izin pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer tersebut. “Kami tidak menemukan dokumen perizinan terkait proyek ini. Jika memang benar proyek ini dilakukan tanpa izin, maka ada potensi pelanggaran hukum yang serius,” ujarnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap kegiatan yang mengubah ekosistem pesisir wajib mendapatkan izin dari pemerintah. Jika terbukti melanggar, para pihak yang terlibat bisa dikenakan sanksi berupa denda hingga miliaran rupiah atau bahkan hukuman pidana.

Di sisi lain, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup juga mulai turun tangan. Mereka menuntut transparansi terkait sumber pendanaan pembangunan pagar laut ini. “Kami mendesak agar pemerintah mengusut siapa sebenarnya yang mendanai proyek ini. Apakah benar hanya patungan Rp 5.000 atau ada donatur besar di baliknya?” kata Dimas Adi, salah satu aktivis lingkungan.

Misteri di Balik Sumber Dana: Ada Donatur Besar?

Banyak pihak meragukan bahwa proyek sebesar ini hanya didanai oleh iuran nelayan sebesar Rp 5.000 per orang. Beberapa spekulasi muncul, termasuk dugaan bahwa ada pihak tertentu yang diam-diam membiayai proyek ini untuk kepentingan bisnis atau politik.

Sejumlah analis menilai bahwa pembangunan pagar laut ini berpotensi meningkatkan nilai properti di sekitarnya. “Jika kawasan ini ditutup dan dikembangkan menjadi daerah privat, maka harga tanah bisa melonjak tajam. Bukan tidak mungkin ada investor atau pengusaha yang berkepentingan di balik proyek ini,” ujar seorang pakar tata ruang.

Namun, Shandy Marta Praja tetap bersikeras bahwa proyek ini benar-benar murni inisiatif rakyat. Dalam pernyataannya, ia menyebut bahwa dana diperoleh dari ribuan nelayan yang berkontribusi sedikit demi sedikit. “Kami mengumpulkan dana selama bertahun-tahun untuk membangun ini. Tidak ada kepentingan bisnis, ini murni untuk masyarakat,” tegasnya.

Mahasiswa dan Akademisi Ikut Bersikap: ‘Ini Harus Ditindak!’

Setelah terungkapnya status DO Shandy Marta Praja, berbagai akademisi dan mahasiswa turut angkat suara. Mereka mempertanyakan kredibilitas Shandy dalam mengklaim dirinya sebagai mahasiswa dan sebagai pemimpin JRP.

“Sebagai akademisi, kita perlu mengedepankan transparansi dan kejujuran. Jika memang ada kebohongan dalam klaim ini, maka publik perlu tahu,” kata seorang dosen dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT).

Sementara itu, mahasiswa yang mengikuti debat antara Shandy dan Kholid turut memberikan tanggapan. Banyak yang menyayangkan kurangnya dasar argumen dari Shandy dalam mempertahankan proyeknya. “Sebagai seorang aktivis, ia seharusnya memiliki data yang lebih kuat. Tapi saat didebat oleh Kholid, argumennya lemah dan terkesan menghindar,” ujar salah satu mahasiswa yang hadir dalam debat tersebut.

Di media sosial, banyak netizen yang menilai bahwa kasus ini adalah bentuk penipuan publik jika benar proyek tersebut dibangun tanpa izin dan didanai oleh pihak lain yang belum terungkap.

Akankah Ada Tindakan Hukum Lebih Lanjut?

Dengan semakin banyaknya bukti dan pengakuan yang mengarah pada pelanggaran hukum, banyak pihak mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan. Jika terbukti ada manipulasi data, pemalsuan dokumen, atau penggelapan dana, maka kasus ini bisa berujung pada pidana berat.

Pemerintah Kabupaten Tangerang sendiri sudah menyatakan bahwa mereka akan mengeluarkan surat penghentian proyek jika terbukti pagar laut tersebut dibangun secara ilegal. “Kami akan mengambil langkah hukum tegas jika pembangunan ini memang melanggar peraturan,” ujar Bupati Tangerang.

Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga tengah menyiapkan sanksi administratif bagi pihak-pihak yang terlibat. “Kami akan meninjau kembali apakah ada pelanggaran terhadap aturan kelautan dan jika ditemukan pelanggaran, maka sanksi tegas akan dijatuhkan,” ujar Menteri KKP.

Benarkah Pagar Laut Ini Demi Kepentingan Rakyat?

Kasus pembangunan pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang masih menyisakan banyak pertanyaan. Benarkah proyek ini benar-benar untuk kepentingan masyarakat? Ataukah ada pihak yang diam-diam mengambil keuntungan?

Fakta bahwa Shandy Marta Praja telah dikeluarkan dari kampusnya sejak 2021 juga menambah spekulasi tentang kredibilitasnya dalam mengklaim bahwa proyek ini sepenuhnya swadaya.

Dengan berbagai penyelidikan yang masih berlangsung, publik menanti apakah proyek ini akan dihentikan, apakah ada sanksi yang dijatuhkan, dan apakah akan ada tersangka yang diproses hukum.

Yang pasti, kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat dan pemerintah untuk lebih waspada terhadap proyek-proyek yang tidak transparan dan berpotensi merugikan lingkungan serta hak-hak publik.

Source : video bukti syuting abu janda 

Apakah benar telah Terbongkar!?? Nelayan Akui Dibayar Rp100 Ribu untuk Syuting Konten Pagar Laut Abu Janda
source :  https://www.viva.co.id/trending/1792470-nelayan-bongkar-kepalsuan-konten-abu-janda-soal-pagar-laut-syuting-dibayar-rp100-ribu

Sebuah pengakuan mengejutkan datang dari para nelayan yang sebelumnya muncul dalam video Abu Janda tentang pagar laut. Beberapa dari mereka akhirnya mengungkap bahwa mereka dibayar Rp100 ribu untuk tampil dalam video tersebut. Hal ini memicu spekulasi bahwa video yang dibuat oleh Abu Janda terkait pagar laut mungkin tidak sepenuhnya menggambarkan realitas yang sebenarnya.



source : www.viva.co.id

Apakah Nelayan Ungkap Kebenaran ? : 'Kami Cuma Disuruh Bicara!'

Dalam wawancara dengan beberapa media, seorang nelayan yang identitasnya dirahasiakan mengungkap dia meyakini bahwa beberapa rekannya hanya mengikuti arahan untuk berbicara sesuai skrip. Mereka mengaku tidak benar-benar mengetahui duduk permasalahan soal pagar laut yang sedang menjadi kontroversi.

Dibayar Murah! Nelayan Disuruh Berakting Demi Konten Abu Janda?

Beberapa pihak mulai meragukan kredibilitas video yang dibuat oleh Abu Janda. Pasalnya, jika memang para nelayan dalam video tersebut hanya berakting, maka ini bisa menjadi bentuk manipulasi informasi yang menyesatkan publik. Banyak warganet yang mulai mempertanyakan apakah video tersebut dibuat untuk kepentingan tertentu.

Respons Warganet: 'Propaganda atau Fakta?'

Setelah berita ini mencuat, media sosial langsung dipenuhi komentar warganet yang merasa tertipu dengan video tersebut. Banyak yang merasa kecewa jika benar konten tersebut hanya rekayasa belaka.

"Kalau benar mereka cuma dibayar buat ngomong, ini bukan sekadar hoaks biasa, tapi bisa jadi propaganda!" tulis salah satu pengguna Twitter.

"Harusnya investigasi lebih lanjut, siapa yang mendanai video ini dan tujuannya apa," ujar warganet lain.

Di sisi lain, ada juga yang masih membela Abu Janda dan menyebut bahwa video tersebut hanya bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pagar laut. Namun, dengan terungkapnya fakta bahwa nelayan dalam video tersebut dibayar untuk berbicara sesuai arahan, semakin banyak yang meragukan keaslian informasi dalam video tersebut.

Mengapa Abu Janda Bungkam, Tidak Berikan Klarifikasi ??

Hingga saat ini, Abu Janda belum memberikan tanggapan resmi mengenai pengakuan para nelayan. Banyak pihak yang menantikan klarifikasi dari dirinya terkait isu ini. Beberapa pihak menilai bahwa jika memang tidak ada rekayasa dalam video tersebut, seharusnya Abu Janda bisa memberikan bukti bahwa semua yang disampaikan dalam videonya berdasarkan fakta dan bukan hasil settingan.

Namun, hingga kini, semua unggahan Abu Janda di media sosial terkait pagar laut masih tetap ada, dan ia belum memberikan komentar terkait kontroversi ini. Apakah ini berarti ia memang sengaja menghindari konfrontasi atau masih mencari strategi untuk menjelaskan situasi ini?

Pakar Media: 'Manipulasi atau Tidak, Masyarakat Berhak Tahu Kebenaran'

Beberapa pakar media turut angkat bicara soal isu ini. Menurut mereka, jika benar video ini dibuat dengan skenario tertentu tanpa memberi tahu narasumber yang sesungguhnya, maka ini bisa dikategorikan sebagai manipulasi informasi.

"Dalam dunia jurnalistik dan media sosial, kejujuran adalah yang utama. Jika ada indikasi bahwa video ini dibuat dengan merekayasa narasi, maka ini bisa berdampak buruk bagi kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang beredar di internet," kata seorang pakar media digital dari Universitas Indonesia.

Pakar tersebut menambahkan bahwa masyarakat perlu lebih kritis dalam menerima informasi, terutama dari tokoh yang sering mengangkat isu-isu sensitif di media sosial. "Kita harus selalu mengecek sumber informasi dan jangan mudah percaya begitu saja," ujarnya.

---------------------------------------------------

Apakah Kebenaran Masih Samar ??, Walau Publik Sudah Mulai Meragukan

Apakah publik atau netizen akan berdiam diri membiarkan beberapa orang telah memberikan hoax berlebihan yang seakan-akan memecah presepsi kita akan masyarakat yang mulai lebih memilih oligarki dari pada kesatuan bangsa ini. ( opini)

----------------------------------------------

Kasus video Abu Janda tentang pagar laut kini menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Namun dengan munculnya pengakuan nelayan yang menyebut mereka hanya berakting dalam video tersebut, banyak yang mulai mempertanyakan niat dan tujuan sebenarnya di balik konten itu.

Apakah ini benar-benar hanya kesalahpahaman, atau ada motif lain yang lebih besar? Publik kini menantikan klarifikasi dari Abu Janda dan pihak-pihak terkait. Yang jelas, kasus ini menjadi pengingat bahwa tidak semua yang kita lihat di media sosial adalah kebenaran sejati. Oleh karena itu, sikap kritis dan keinginan untuk mencari fakta tetap menjadi hal yang penting dalam era informasi digital saat ini.

 

****BERBAGI INFORMASI-PENDIDIKAN-OLAHRAGA-KESEHATAN-LOWONGAN KERJA****
Informasi lowongan kerja terbaru

Informasi lowongan kerja terbaru

lowongan kerja- terbaru 2025

Lowongan Kerja Terbaru - Jateng-Soloraya-Jatim-Surabaya-Malang-Kediriraya

Info Kursus- Kampung Inggris Pare kediri

×
Berita Terbaru Update